THPR Bantah Pernyataan Najamuddin Mustafa

  • Bagikan

Gatanews.id, Mataram | Mantan Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB, Najamuddin Mustafa, menilai laporan yang dilakukan Tim Hukum Pembela Rakyat (THPR) ke BK DPRD NTB sangat prematur.

 

Itu karena Fihiruddin yang sebelumnya bertanya soal rumor tiga oknum dewan NTB ditangkap mengkonsumsi narkoba, masih sebatas dugaan tanpa menyebut nama oknum tersebut.

 

Sehingga, Najamuddin menilai laporan THPR ke BK DPRD NTB tidak bisa ditindaklanjuti, karena masih prematur.

 

Menanggapi itu, Ketua Tim THPR,  Dr. Irpan Suriadiata, mengatakan Najamuddin hanya berupa menggeser pokok masalah ke hal yang bersifat prosedural.

 

“DPRD harus memahami kedudukan dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Menurut kami bahwa Pak Najamuddin sedang berusaha untuk menggeser pokok masalah sesungguhnya tentang kabar angin tersebut dengan cara mempersoalkan hal-hal yg bersifat prosedural,” katanya, Rabu (09/11).

 

Dia menduga Najamuddin sedang memproteksi lembaga dewan dari persoalan yang menjeratnya.

 

“Tentunya patut diduga bahwa DPRD sedang berupaya untuk memproteksi lembaganya karena alasan spirit de corps. Semestinya jika kabar angin ini ingin clear maka harus dibuka selebar-lebarnya dan lebih baik DPRD sesegera mungkin memeriksa pengaduan masyarakat tersebut bukan beropini berkutat pada hal prosedural sehingga dapat mengaburkan makna,” ujarnya.

 

Irpan mengatakan, seharusnya dari aduan THPR tersebut, DPRD seharusnya menyadari fungsi lembaganya secara baik.

 

“Seharusnya DPRD membuka telinganya untuk mendengar, menerima keluhan, pengaduan, dan laporan masyarakat baik yang terang benderang maupun samar samar. DPRD (BK) berkewajiban secara hukum dan moral sesuai fungsinya untuk mendalami, memeriksa memverifikasi setiap pengaduan dan laporan tersebut secara transparan dan akuntabel,” ujarnya.

 

“Jadi tidak tepat kiranya ada anggota dewan terhormat berbicara seperti itu dengan mengabaikan kedudukan dan fungsi DPRD secara baik,” kata Irpan.

 

Dia menyebutkan, berdasarkan pasal 79 Peraturan DPRD No 1 Tahun 2019 secara tegas disebutkan mengenai kewenangan BK. Salah satunya melakukan verifikasi dan penyidikan terhadap aduan masyarakat bahkan aduan pimpinan dewan.

 

Hasil penyidikan dan verifikasi tersebut kemudian harus dibawa ke rapat paripurna.

 

“Kewenangan BK sebagai penjaga moral kelembagaan dewan juga diatur dalam kaidah tersebut sehingga baik buruknya anggota maupun kelembagaan dewan ada sejauh mana BK melakukan proteksi, termasuk terhadap upaya abuse of power,” katanya.

 

Dia meminta jangan sampai dewan menggunakan instrumen hukum pidana untuk mematikan demokrasi dan hak warga.

 

Bukan Laporan Pengaduan

 

Sementara, Juru Bicara THPR, M. Ikhwan SH., MH, mengatakan laporan tersebut merupakan laporan informasi masyarakat, bukan laporan pengaduan. Sehingga rumor tersebut harusnya ditelusuri oleh BK DPRD NTB.

 

“Ini kan laporan informasi bukan laporan pengaduan. Sehingga informasi atau rumor tiga oknum dewan tersebut yang harusnya ditelusuri oleh BK. Berbeda sama laporan pengaduan yang wajib menyebut identitas lengkap terlapor,” ujarnya.

 

Sebagai ilustrasi, Ikhwan mengatakan misalnya ada orang saling bacok yang tidak dikenal. Dia kemudian melapor peristiwa tersebut ke polisi karena menjadi saksi keributan.

 

“Saya tidak perlu menyebut siapa identitas yang berkelahi, cukup melaporkan ada peristiwa itu ke polisi. Kemudian polisi yang menelusuri informasi itu. Itulah yang disebut laporan informasi,” ujarnya.

 

Dia mengatakan, dalam laporan informasi tidak perlu menyebut identitas terlapor. Itu menjadi tanggung jawab BK DPRD NTB untuk menelusuri.

 

“Ini laporan tentang suatu kondisi atau keadaan yang diduga terjadi pada anggota DPRD. Tidak mungkin menyebut nama, karena bukan laporan pengaduan ke oknum tertentu,” katanya. (red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *