Gatanews.id, Jakarta | Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, memaparkan perkembangan program penertiban 537 perusahaan sawit yang belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI.
Dalam rapat yang berlangsung di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis (30/01/2025), Nusron mengungkapkan bahwa hingga batas waktu 3 Desember 2024, sebanyak 150 perusahaan dengan total luas 1,14 juta hektare telah mengajukan permohonan HGU.
“Saat ini, kami sedang melakukan identifikasi dan pencocokan terhadap lahan-lahan ini untuk memastikan apakah ada yang tumpang tindih dengan kawasan hutan atau tidak,” ujar Nusron.
Penertiban ini bermula dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Sebelumnya, perusahaan perkebunan hanya diwajibkan memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau HGU, namun setelah pasal tersebut dibatalkan MK, perusahaan wajib memiliki keduanya.
“Akibat perubahan ini, ada 537 perusahaan pemegang IUP tetapi belum memiliki HGU. Jika dihitung berdasarkan luas IUP yang dimiliki, totalnya mencapai 2,5 juta hektare,” jelas Nusron.
Sebelum Nusron menjabat, dari total 2,5 juta hektare tersebut, Kementerian ATR/BPN telah menerbitkan HGU untuk 193 perusahaan sawit dengan luas 283.280 hektare.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyambut baik langkah Kementerian ATR/BPN dalam mengidentifikasi perusahaan sawit yang belum memiliki HGU.
Ia meminta agar proses penerbitan sertifikat bagi 150 perusahaan yang telah mengajukan permohonan dapat dipercepat.
“Progres pendaftaran hak atas tanah terhadap 150 perusahaan ini mohon terus disampaikan kepada kami. Pastikan mereka segera mendapatkan sertifikat HGU,” tegasnya.
Selain Menteri Nusron, rapat ini juga dihadiri Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Ossy Dermawan, serta jajaran pejabat tinggi Kementerian ATR/BPN.
Sementara itu, para Kepala Kantor Wilayah BPN se-Indonesia turut bergabung secara daring untuk mengikuti perkembangan kebijakan ini.
Dengan langkah ini, Kementerian ATR/BPN diharapkan dapat mempercepat legalisasi lahan perkebunan sawit, sekaligus memastikan tidak ada tumpang tindih perizinan yang berpotensi merugikan negara. (*)